ALIRAN - ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisasurvive menghadapi
semua tantangan hidup. Dinamakaninstrumentalisme, karena aliran ini
beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk
kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakaneksperimentalisme, karena
aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran
suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran
ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan
(Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Adapun tokoh - tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah
William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges
Santayana. Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar - dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik
maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam
dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali,
1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan
yang otoriter.
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan
dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai
pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi
sebagai pemindahan nilai - nilai (transfer of value), sehingga anak
menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk
itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
2. Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan
pada nilai - nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri - cirinya yang berbeda
dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk
perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai - nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai - nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai
pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap
permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk
memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut
Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera
memerlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda - benda, bukan berarti semua
itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu
sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi,
apriori yang terarah buikanlah budi pada benda, tetapi benda - benda itu yang
terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan
mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai
substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna,
1983: 120-121).
3. Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa
perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi
seseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme
berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan
tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang
tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara
induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan.
Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip - prinsip pertama adalah modal bagi
seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan
penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor - faktor
dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian
masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya -
karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya - karya ini
merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka
yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah,
filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain -
lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak
didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas
utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada
anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat
tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme
merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan
aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut
Muhammad Noor Syam (1985 : 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan
dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya
intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina
kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan
datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan
suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat
secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita -
cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan
menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna
kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat
bersangkutan.
5. Aliran Empirisme atau Environtalisme
Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman.
Aliran empirisme atau environmental menyatakan bahwa perkembangan seorang
individu akan ditentukan oleh pengalaman - pengalaman yang diperolehnya selama
perkembangan individu tersebut. Pendidikan pun termasuk pada pengertian pengalaman
seorang individu.
Menurut teori ini, seseorang dilahirkan bagaikan kertas
putih bersih atau meja berlapis lilin yang belum ada tulisannya. Pengalaman
sebagai tulisan atau corak yang mengisi kertas putih tersebut. Teori ini
dikemukakan oleh John Locke ( 1632 - 1704 M ) yang dikenal dengan teori tabula
rasa. Adapun tokoh lain, yaitu J. Herbart ( 1776 - 1941 M ) yang mengemukakan
bahwa manusia ketika lahir bagaikan sebuah bejana kosong. Pengalaman yang
dialami anak akan menjadi isi dari bejana tersebut.
6. Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti terlahir.
Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor
keturunan atau bawaan sejak lahir. Menurut aliran ini, setiap individu ketika
dilahirkan telah membawa sifat - sifat tertentu yang akan menentukan keadaan
individu yang bersangkutan. Dengan demikian, menurut aliran ini keberhasilan
belajar seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Faktor lain, yaitu
lingkungan dan pengalaman yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan tidak
akan berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh
Arthur Schopenhauer ( Belanda, 1788 - 1860 M ). ( Bigot, Kohstamm, Palland,
1950 )
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat sejak
lahir maka ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bekat baik
sejak lahir maka ia akan menjadi baik. Dapat dikatakan, pendidikan yang tidak
sesuai dengan bakat anak tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Nativisme adalah tentang adanya pengakuan daya asli yang telah terbentuk ketika
manusia lahir ke dunia, yaitu daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter (keturunan).
Aliran ini mengakibatkan pesimistis untuk pendidikan, karena
pendidikan menjadi suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan
manusia. Manfaat pendidikan hanya sekedar memoles permukaan peradaban dan
tingkah laku sosial, sedangkan lapis kepribadian yang lebih dalam tidak perlu
ditentukan. Aliran ini menganggap kepribadian harus diterima apa adanya tanpa
mempercayai adanya nilai - nilai pendidikan untuk mengubah kepribadian.
7. Aliran Naturalisme atau Negativisme
Aliran naturalisme yang dikemukakan oleh J.J Rosseau (
Perancis, 1712 - 1778 M ), menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia
mempunyai pembawaan baik. Namun pembawaan baik tersebut akan rusak oleh faktor
lingkungan. Dari pandangan tersebut dapat ditarik pengertian sebagai berikut :
a) Semua
manusia yang baru lahir mempunyai pembawaan baik, kemudian menjadi rusak oleh
tangan manusia.
b) Pendidikan
dapat merusak pembawaan anak yang baik, karena aliran ini memandang tidak perlu
adanya pendidikan bagi pengembangan bakat dan kemampuan anak. Hal yang
diperlukan adalah menyerahkan anak kepada alam ( nature) agar pembawaan yang
baik itu tidak menjadi rusak ole manusia melalui kegiatan pendidikan.
8. Aliran Konvergensi
Aliran ini merupakan teori gabungan (konvergen) dari aliran
nativisme dan empirisme. Tokoh aliran ini adalan William Stern, yang
mengemukakan bahwa pembawaan dan lingkungan mempunyai peranan penting dalam
perkembangan individu. Aliran ini berpendapat bahwa anak telah memiliki
pembawaan baik atau buruk sejak lahir ke dunia, perkembangan selanjutnya akan dipengaruhi
oleh lingkungan.
Anak yang mempunyai pembawaan yang baik dan didukung oleh
lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang
dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan
yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang
baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal apabila tidak
didukung oleh bakat yang baik yang dibawa oleh anak. Akan tetapi William Stern
tidak mengemukakan seberapa besar perbandingan pengaruh dari faktor bawaan dan
lingkungan.
Aliran ini menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung
pada faktor pembawaan atau bakat anak dan lingkungan. Pendidikan pada
hakekatnya merupakan suatu rangkaian interaksi antara pembawaan dan lingkungan.
Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai hasil dari kedua faktor tersebut.
Pandangan ini diidentifikasikan pendidikan sebagai konsepsi pendidikan yang
cenderung rasional.
9. Aliran
Pragmatisme
Aliran ini pertama kali tumbuh Di Amerika pada tahun 1878.
Ketika itu Charles Sanders Pierce (1839 – 1914) menerbitkan sebuah makalah yang
berjudul “How to Make Our Ideas Clear”. Namun pragmatisme sendiri lahir
ketika William James membahas makalahnya yang berjudul ”Philosophycal Conceptions
and Practical Result” (1898) dan mendaulat Pierce sebagai Bapak
Pragmatisme. Selanjutnya aliran ini makin berkembang berkat kerja keras
dari William James dengan berbagai karya tulisnya. Karya tulisnya itu antara
lain adalah, “A Pluralistic Essay”, “Essay in Radical Empiricism”, “The Will to
Believe”, dan “The Varieties of Religious Experience”. John Dewey juga
ikut mengambil bagian dalam mempopulerkan aliran ini. Karya - karyanya antara
lain adalah “Democracy and Education”, “Reconstruction in Philosophy”, “How We
Think”, dan “Experience in Education”. Namun ia dan para pengikutnya lebih suka
menyebut filsafatnya sebagai Instrumentalisme.
Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme.
Pragam berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action. Sedangkan
pengertian isme sama dengan pengertian isme - isme yang lainnya yang merujuk
pada cara berpikir atau suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat
pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu mengikuti tindakan.
Menurut aliran ini hakikat dari realiatas adalah segala
sesuatu yang dialami oleh manusia. Ia berpendapat bahwa inti dari realiatas
adalah pengalam yang dialami manusia. Ini yang kemudian menjadi penyebab bahwa
pragmatisme lebih memperhatikan hal yang bersifat keaktualan sehingga berimplikasi
pada penentuan nilai dan kebenaran. Dengan demikian nilai dan kebenaran dapat
ditentukan dengan melihat realitas yang terjadi di lapangan dan tidak lagi
melihat faktor - faktor lain semisal dosa atau tidak. Hal ini senada
dengan apa yang dikataka James, “Dunia nyata adalah dunia pengalaman manusia”.
10. Aliran Eksistensialisme
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang
berarti diluar dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara
luas eksistensi dapat diartikan sebagai beridir sendiri sebagai dirinya
sekaligus keluar dari dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam
ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai
suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia
dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah
manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat
cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur
berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan
belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret. Jadi dapat disimpulkan
bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan
keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang
dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara
menempatkan dirinya. Dan ilmu - ilmu lain yang berkaitan dengan
eksistensialisme ini saya kita ilmu - ilmu yang berkaitan dengan manusia
seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya didalam
lingkungan sosial), antropologi (berkaitan anatar manusia dengan lingkungan
budayanya)
11. Aliran Idealisme
Tokoh
aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan - angan yaitu
dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan
idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya
sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea
digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam
dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang
memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan
untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang
pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masing - masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya
berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof,
perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling
atas adalah mereka yang telah bertahun - tahun mengalami pendidikan dan latihan
serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan,
serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi. Mengenai
kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato
mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi
adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh
bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan
yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari - hari.
12. Aliran Realisme
Ada tiga ajaran
pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut
Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu contoh (paradigma) bagi benda
konkret. Pembagian dunia ini pada inderawi yang selalu berubah dan dunia
idea yang tidak pernah berubah. Idea merupakan sesuatu yang obyektif, tidak
diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya memberikam dua
pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea, inilah pengenalan yang
sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme
(pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian
Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda -
benda disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti;
pengenalan ini dapat dicapai dengan panca indera. Dengan dua dunianya ini juga
Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan
panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang ada - adanya
Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan
dunia idea tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat
bahwa jika itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih
lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi.
Sebelum
bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra eksistensi dimana ia memandang
idea - idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa
pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis) terhadap
idea-idea yang telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang
jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana
manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa -
jiwa manusia. Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar
adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama
“Akademia” yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama.
13. Aliran Materialisme
Masalah
fundamental yang besar dari semua filsafat, teristimewa dari filsafat yang
akhir - akhir ini, ialah masalah mengenai hubungan antara pikiran dengan
keadaan. Sejak zaman purbakala, ketika manusia, yang masih sama sekali tidak
tahu tentang susunan tubuh mereka sendiri, di bawah rangsang khayal - khayal
impian mulai percaya bahwa pikiran dan perasaan mereka bukanlah aktivitas
- aktivitas tubuh mereka, tetapi, aktivitas - aktivitas suatu nyawa yang
tersendiri yang mendiami tubuhnya dan meninggalkan tubuh itu ketika mati sejak
waktu itu manusia didorong untuk memikirkan tentang hubungan antara nyawa dengan
dunia luar. Jika pada waktu seseorang meninggal dunia nyawa itu meninggalkan
tubuh dan hidup terus, maka tidak ada alasan untuk menerka - nerka kematian
lain yang tersendiri baginya. Maka itu timbul ide tentang kekekal - abadian,
yang pada tingkat. perkembangan waktu itu sama sekali tidak nampak sebagai
penghibur tetapi sebagai takdir yang terhadapnya tiada berguna mengadakan
perlawanan, dan sering sekali, seperti dikalangan orang - orang Yunani, sebagai
malapetaka yang sesungguhnya. Bukannya hasrat keagamaan akan suatu penghibur,
tetapi kebingungan yang timbul dari ketidaktahuan umum yang lazim tentang apa
yang harus diperbuat dengan nyawa itu, sekali adanya nyawa itu diakui, sesudah
tubuh mati, menuju secara umum kepada paham tentang kekekal - abadian perorangan.
Dengan cara yang persis sama, lahirlah dewa - dewa pertama, lewat personifikasi
kekuatan - kekuatan alam. Dan dalam perkembangan agama - agama selanjutnya dewa
- dewa itu makin lama makin mengambil bentuk - bentuk diluar keduniawian,
sehingga akhirnya lewat proses abstraksi saja hampir bisa mengatakan proses
penyulingan, yang terjadi secara wajar dalam proses perkembangan intelek
manusia, dari dewa - dewa yang banyak jumlahnya itu, yang banyak sedikitnya
terbatas dan saling-membatasi, muncul di dalam pikiran - pikiran manusia ide
tentang satu tuhan yang eksklusif dari agama - agama monoteis.
Daftar pustaka
Achmadi, asmoro. 2010. Filsafat Ilmu.
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Bernadien, win usuluddin. 2011. Membuka
Gerbang Filsafat. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Ihsan, fuad. 2010. Filsafat Ilmu.
Jakarta : Rineka Cipta
Sadulloh, uyoh. 2011. Filsafat
Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Solihin.2007. Perkembangan Pemikiran
Filsafat dari Klasik Hingga Modern.Bandung : Pustaka Setia