Senin, 20 Oktober 2014

Latar belakang filsafat pendidikan

 Makna latar belakang filsafat Pendidikan

Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungn sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkugan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Dari pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang dilaksanakan:
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup usia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia. Pemerintah, masyarakat, harus berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan manusia akan memiliki suatu kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik.
Dari tiga prinsip di atas, tersirat pesan bahwa pendidikan merupakan proses transformasi nilai dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transformasi nilai ini dilakukan melalui kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Maka, dalam pelaksanaannya, ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serta serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya.
Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai keterampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, di sini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan.
4. Filsafat Pendidikan
Filsafat, selain memiliki lapangan tersendiri, ia memikirkan asumsi fundamental cabang-cabang pengetahuan lainnya. Apabila filsafat berpalilng perhatiannya pada sains, maka akanlahir filsafat sains. Apabila filsafat menguji konsep dasar hukum, maka akan lahir filsafat hukum. Dan, apabila filsafat berhadapan dan memikirkan pendidikan, maka akan lahirlah filsafat pendidikan.
Al-Syaibany (1979) dalam Uyoh Sadulloh (2009) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a) Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b) Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c) Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d) Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a) Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa;
b) Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala aspeknya;
c) Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih baik;
d) Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Keneller (1971) menyebutkan filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsamat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif, dan analitik.
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda.
Filsafat dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan yang bedasarkan pada falsafah Pancasila yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 adalah preskriptif. Karena, secara tersurat menentukan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Pendidikan yang berdasarkan Pancasila juga menentukan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, dengan melalui jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, dilengkapi pula dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaannya.
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep Cara Belajar Siswa Aktif. Kita kaji konsep tersebut dengan menganalisis dari sudut pandang falsafah Pancasila. Filsafat pendidikan analitik menguji secara logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan Pendidikan Dasar 9 Tahun, Pendidikan Akademik, Pendidikan Seumur Hidup, dan sebagainya.
5. Pentingnya Filsafat Pendidikan
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan filsafat. Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat? Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual, tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupn sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat pendidikan karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dimengerti sepenuhnya tanpa mengetahui tujuan akhirnya. Tujuan akhir pendidikan perlu dipahami dalam kerangka hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik tujuan individu maupun tujuan kelompok. Guru sebagai pribadi, memiliki tujuan dan pandangan hidupnya. Guru sebagai warga masyarakat atau warga negara memiliki tujuan hidup bersama.
Hubungan filsafat dengan pendidikan dapat kita ketahui, bahwa filsafat akan menelaah suatu realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat, yaitu radikal, sistematis, dan universal. Konsep tentang dunia dan pandangan tentang tujuan hidup tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada banyak permasalahan pendidikan. Lima tujuan filsafat pendidikan dapat mengklarifikasi bagaimana dapat berkontribusi pada pemecahan-pemecahan tersebut:
a. Filsafat pendidikan terkait dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap sebagai pendidikan terbaik secara mutlak.
b. Filsafat pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang terbaik dalam suatu konteks politik, sosial, dan ekonomi.
c. Filsafat pendidikan dipenuhi dengankoreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan pendidikan.
d. Filsafat pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun pemeriksaan ulang rasional.
e. Filsafat pendidikan melaksanakan suatu inkuiri dalam keseluruhan urusan pendidikan dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran, dan pembaharuan sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran.
Terdapat suatu hubungan yang kuat antara perilaku seorang guru dengan keyakinannya mengenai pengajaran danpembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang bermanfaat untuk diketahui. Terlepas di mana seseorang berdiri berkenaan dengan kelima dimensi pengajaran tersebut, guru harus tahu perlunya merefleksikan secara berkelanjutan pada apa yang ia sangat yakini dan kenapa ia meyakininya.
Dari uraian di atas terlihat bahwa peranan guru yang strategis, karena di tangannya terletak nasib generasi penerus, mengharuskan para guru memahami hakikat nilai, etika, estetika, sains, teologi, alam (kosmos), pendidikan, dan hakikat anak didik. Pemahaman terhadap lapangan filsafat memberikan panduan dan dapat menumbuhkan keyakinan terhadap misi pendidikan yang diembannya sehingga tercipta perilaku mengajar yang lebih bermakna dan lebih bermanfaat bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul Hakim, Filsafat Ilmu dan Hakekat Penelitian, Materi Kuliah Umum di Universitas Pakuan Bogor pada tanggal 26 September 2010.
Materi Pokok Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pakuan, 2010.
Poespoprodjo, W., Logika Scientifika, Pengantar Dialektika dan Ilmu, Pustaka Grafika, Bandung, 1999.
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2009.
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar