HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA
DAN PENDIDIKAN
A. Manusia
dan Filsafat
Manusia adalah hewan yang berakal sehat,
yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the
animal that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo
politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat
mempunyai kampung halaman dan negara.
Karena manusia itu memiliki akal pikiran
yang senantiasa bergolak dan berfikir, dan karena situasi dan kondisi alam
dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa
penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menentang dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal
yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak,
dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah, dan
melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku diatas permukaanya. Dan didalam siang
dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan,
sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati dan
sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Diarahkan pandnganya
kelangit biru, maka nampak olehnya , benda-benda angkasa, mengambang dab
bersemayam dilangit tinggi. Matahari memberikan sinar dan cahaya, terang
benderang meliputi segenap sudut dan penjuru dunia ini. Menaburkan panas dan
kehangatan yang nyaman dan menyegarkan dan kadang-kadang membara dan membakar,
meresahkan seluruh mahluk diatas permukaan bumi. Dengan sinarnya yang gilang
gemilang itu, dia membersihkan kehidupan dan menyalurkan ruh dan jiwa kepada
benda-benda yang mati, mencairkan benda-benda yang beku, menimbulkan topan dan
gelombang, menggerakan angin, air bah dan banjir, dinyalakan api ditengah
padang , dihiasinya keindahan alam dengan warna, disemerbakanya bunga dengan
keharuman dan kewangian surgawi. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia,
menyebabkan dia termenung, merenungka segala sesuatu. Dia berfikir dan berfiki,
sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai micro
kosmos dan memikirka jagad raya sebagai macro kosmos. Dia
memikirkan juga lam gaib, alam dibalik dunia yang nyata ini, alam metafisika.
Dan diapun mulai membangun pemikiran filsafat.
Didalam sejarah umat manusia, setelah
kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia meningkat tinggi, maka tampilah
manusia-manusia yang unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan
menghapus berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial
kemasyarakatan, alam semesta dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama
kalinyafilsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua,
lalu Shopiesme, kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad
sebelum masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertam
maupun periode kedua, begitu pula pemikiran Shopiesme, belumlah mempunyai
pengaruh mendalam dalam bidang pendidikan. Barulah setelah lahir filsafat
klasik yang dipelopori oleh Socrates (470 SM-399 SM) dan murid-muridnya Plato
dan Aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.
B. Filsafat
dan Teori Pendidikan
Sebenarnya kita ketahui, ilmu jiwa bagi
ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang amat bernilai. Pedogogik tanpa
ilmu jasa, sama dengan praktek tanpa teori, pendidikan tanpa mengerti untuk
apa, bagaimana dan mengapa manusi dididik. Tanpa pengertian atas manusia baik
sifat-sifat individualitasnya yng unik maupun potensi-potensi yang justru akan
dibina, Pendidikan akan salah arah. Bahkan pengertian yang baik, pendidikan
akan memperkosa kodrat manusia.
Banyak diantara masalah-masalah
kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan-pertanyaan filosifos, yang
memerlukan pendekatan filosofis pula dalam pemecahanya. Analisa filsafat
terhadap masalah-masalah kependidikan tersebut, dengan berbagai cara pendekatanya,
akan dapat menghasilkan pandangan-pandangan tertentu mengenai masalah-masalah
kependidikan tersebut, dan atas dasar itu bisa disusun sistematis teori-teori
pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan
teori pendidikan tersebut secra lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Filsafat
dalam arti analisa, filsafat adalah salah satu cara pendekatan yang digunakan
oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun
teori-teori pendidikanya. Disamping mengunakan metoda-metoda ilmiah lainya.
Sementara itu dengan filsafat, sebagai pandangan tertentu terhadap suatu objek,
misalnya filsafat idealisme, realisme, materealisme dan sebagainya. Akan
mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori-teori pendidikan
yang dikembangkanya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan
bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan
atas dasar aliran fisafat tersebut.
2. Filsafat
juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan
oleh para ahlinya, yang berdsarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar
teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut
bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Disamping itu, adalah
merupakan kenyataan bahwa setiap masyrakat hidup dengan pandangan dan filsafat
hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainya dan dengan
sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Disinilah letak fungsi
filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori
pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai
dengan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat,
termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pengetahuan atau pedagogis. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan
diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan
menimbulkanbentuk-bentuk dan gejalah-gejalah kependidikan yang tertentu pula.
Hal ini adalah merupakan data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat
tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti
terhadap data-data kependidikan tersebut dan untuk selanjutnya menyimpulkan
serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan
berkembanglah ilmu pendidikan (pedagogik).
Disamping hubungan
fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat
hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah,
sebagai berikut:
a. Kegiatan
merumuskan dasar-dasar dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat
manusia serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral
pendidikanya.
b. Kegiatan
merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi
politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan,
metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan
pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Definisi diatas merangkum
dua cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori
pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen terhadap
yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan
hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
C. Hubungan
Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a. Kedudukan
Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam ilmu pengetahuan,
filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal atau pokok. Karena filsafatlah yang
mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk mencapai
kebenaran atau pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak
pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan
juga ingin memperhtikan hal-hal yang khusus. Maka kemudian timbulah
penyelidikan mengenai hal-hal yang khusus yang sebelumnya masuk dalam
lingkungan filsafat. Jika penyelidikan ini mencapai tingkat yang tinggi, maka
cabang penyelidikan itu melepaskan diri dari filsafat sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang baru dan berdiri sendiri. Adapun yang pertama kali melepaskan
diri dari filsafat ialah ilmu pasti, kemdian disusul oleh ilmu-ilmu pengetahuan
lainya. Akan tetapi meskipun lambat laun banyak ilmu pengetahuan yang
melepaskaan diri tidakla berarti ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak
membutuhkan bantuan dari ilmu filsafat. Misalnya makna dari pengetahuan tentang
atom, baru mulai nampak bila dihubungkan dengan peradaban. Seorang ahli atom
berusaha menemukan fakta kemudian menciptakan tekhnik-tekhnik yang diperlukan.
Semuanya itu dilakukan dari pengetahuan tentang atom yang semakin meluas dan
mendalam. Namun para ahli atom kadang-kadang atau tidak memperhatikan apa yang
dilakukan manusia. Karena atom hanya untuk kepentingan perang yang dapat
membawa malapetaka kepada manusia. Hal ini menjadi tugas dari filsafat, karena
menyangkut masalah ini yang berarti filsafat akan memberikan alternatif mana
yang paling baik untuk dijadikan pegangan manusia.
Kemudian bahasan tentang
kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir
filosofis dan berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan Pieget tentang
epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan
mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga
dewasa sebagaimana diuraiakan oleh Halford sebagai berikut:
Jasa utama dari Pieget
adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah laku yang terdiri
atas empat fase, yaitu:
1) Fase
sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana cara
berfikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya,
sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana
tanggapan tidak berperan sama sekali dalam prosees berfikir dan pikiran anak.
2) Fase
Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5-8 tahun, yang ditandai
adanya kegiatan berfikir dengan mulai mengunakan tanggapan (disebut logika
fungsional). Ia tidak menyebut dengan berfikir berdasar hubungan sebab akibat,
seperti pendapat para ahli psikologi perkembangan.
3) Fase
Operasional yang konkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahakan
persoalan secara konkrit dan terhadap benda-benda yang konkrit pula.
4) Fase
Operasi Formal, pada anak dimulai pada usia 11 tahun. Anak telah mulai
berfikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan
hipotesaserta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan
problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan
bagaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh
tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari
filsafat, dengan rincian antara lain:
1) Setiap ilmu pengetahuan
itu mempunyai objek dan problem.
2) Filsafat juga memberikan
dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar yang umum
itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3) Disamping itu filsafat
juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-tiap ilmu
pengetahuan.
4) Dasar yang diberikan oleh
filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya
sebagai ilmu pengetahuan dengan meningggalkan syarat yang telah ditentukan oleh
filsafat.
5) Filsafat juga memberikan
metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
Manusia merupakan subyek
pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan
siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan
banyak tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia
mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia,
yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha
pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi.
b. Kedudukan
Filsafat dalam kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran
bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu
diungkapkan kembali pengetian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat
mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berfikir secara radikal, dalam
arti mulai dari akarnya suatu gejala (hal kehendak permasalahan) sampai
mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui
tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang
yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertama adalah tehadap
dirinya sendiri.
Kebenaran dalam
pengetahuan yang diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang
diusahakan sesuai dengan objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan
berfikir (diatur oleh logika) untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda,
bersistem, dan berlaku universal, sehingga dengan demikian filsafat adalah ilmu
yang berusaha mencari ketetapan dan sebab-sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu (seluruh dunia dan alam ini), sebagai pandangan hidup. Apabila
pandangan ini mengenai manusia adalah meliputi segala soal hidup manusia:
pikiran, budi, tingkah laku dan nilai-nilainya dan tujuan hidup manusia, baik
didunia maupun sesudah didunia ini tiada yang kemudian dikenal dengan sebutan
pedoman hidup.
Filsafat sebagai ikhtiar
berfikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang final,
konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis seperti apa
yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan bahwa filsafat
adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan mencapai pengetahuan
tentang hakikat dari segala yng nyata, tetapi filsafat sebenarnya untuk sampai
kepada pengertian yang lebih jauh dari pada ssekedar persepsi, yaitu berupa
kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.
Ada seorang guru/pemikir
yang mempunyai kesadaran diri untuk mendapatkan dan meningkatkan pemahaman yang
ada didalam kehidupan yang nyata, misalnya bagaimana pengetahuan tersebut
diperolehnya, dan bagaiman bentuk dari apa yang telah dikuasai itu, maka
filsafatlah yang membantu mereka untuk menjawabnya. Karena memang didalam abad
ini persoalan pengetahuan merupakan pusat permasalahan didalam agenda didalam
seorang ahli filsafat. Sejarah ilmu filsafat selalu menaruh perhatian kepada
permasalahan pertama filsafat realita, pengetahuan dan nilai (akan dibicarakan
dalam problema pokok filsafat dan filsafat pendidikan). Guru pemikir tadi
menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah apa yang diketahui
ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah membantah bbahwa hari
cerah dan tidak ada mendung bila kita dan orang lain melihat sinar
matahari? Apakah sinar matahari telah tertanggkap oleh mata kita? Dan apakah
kita masih akan membantah bahwa api itu panas setelah kita masukan jari
ketempat api, dan segera menariknya kembali karena panas melalui jari. Jika
kita pikirkan semua itu, maka kita akan memperoleh seperangkat pengetahuan dari
pengalaman empiriat (sensoris). Pengetahuan yang berguna tidak senantiasa
langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang merupakan
eksistensi pengertian yang diambil sacara empiris. Dengan membatasi pengetahuan
pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa
telah diketahui. Kita telah merasa apa yang kit sukai atau tebaik untuk diri
kita dalam suatu atau lain keadaan meskipun kita tidak dapat membuktikanya.
Kita hanya merasa memiliki perasaan yang kuat semacam intuisi, meskipun kit
tidak dapat membuktikanya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut sebagai suatu
dasar untuk sikap atau keputusan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia adalah hewan yang
berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal
pikirannya (the animal that reasons). Manusia adalah hewan yang
berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan
bermasyarakat mempunyai kampung halaman dan negara.
Dua cabang ilmu
pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan
hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen terhadap
yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan
hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
Manusia merupakan subyek
pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan
siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan
banyak tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia
mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa
indonesia, yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui
usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari Endang Saifuddin. 1979. Ilmu, Filsafat
dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Latief Juraid Abdul. 2006. Manusia, Filsafat dan
Sejarah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Prasetya. 2002. Filsafat Pendidikan. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sadulloh Uyoh. 2003. Filsafat Pendidikan. Bandung:
ALFABETA, CV.
Syam Muhammad Noor. 1984. Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar